Rabu, 11 Januari 2012

SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI


A. SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara.
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan Negara.


Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif.

Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut :
  1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
  2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
  3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
  4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
  5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
  6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
  7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
  8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
  9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
 
B. SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Bangsa Indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap fase demokrasi.

A.   1) Demokrasi Parlementer (Tahun 1945-1959 )

Setelah Indonesia merdeka, warisan yang ditinggalkan pemerintahan kolonial berupa kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan adanya tradisi otoriter. Pada periode tahun 1950-an muncul kaum nasionalis perkotaan dari partai sekuler dan partai-partai islam yang memegang kendali pemerintahan.

Undang – Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta para menteri yang mempunyai tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besardengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagi oposisi kontruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi.

Pada umumnya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lama dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat dihindarkan. Mereka yang tahu politik hanya sekelompok kecil masyarakat perkotaan. Para politisi Jakarta, meskipun mencita-citakan sebuah negara demokrasi. Kebanyakan adalah kaum elite yang menganggap diri mereka sebagai pengikut suatu budaya kota yang istimewa. Mereka bersikap paternalistik terhadap orang-orang yang kurang beruntung yakni masyarakat pedesaan. Tanggung jawab mereka terhadap struktur demokrasi parlementer yang merakyat adalah sangat kecil. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.

2) Demokrasi Terpimpin (Tahun 1959-1965 )

Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila.

Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa).Hal yang paling mendasari pembentukan demokrasi terpimpin adalah kepribadian Soekarno dan militer yang dituangkan dalam suatu konsepsi. Konsepsi tentang suatu sistem yang asli Indonesia. Namun sistem ini ditolak oleh Hatta karena dikawatirkan bahwa hal ini akan kembali pada sistem tradisional yang feodal, otokratis, dan hanya dipakai demi kepentingan raja.

Dalam sistem demokrasi terpimpin cirri yang mencolok adalah adanya keterbatasannya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, munculnya ideologi Nasional, Agama, Komunis (NASAKOM) serta meluasnya peranan militer sebagai unsur sosial politik. Demokrasi terpimpin berakhir dengan pemberontakan PKI September 1965.
 
3) Demokrasi Pancasila (Tahun 1965-1998)

Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan pemerintahan Orde Baru bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde Baru diharapkan melenyapkan rezim lama. Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi Pancasila adalah menegakkan kembali azas negara hukum dirasakan oleh segenap warga negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional.

Sekitar 3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan-kekuatan sosial-politik yang bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai kontrol sosial. Kekuatan sosial politik yang diikutsertakan dalam pemilu dibatasi. Partai-partai politik dilarang berperan sebagai oposisi maupun kontrol sosial. Bahkan secara resmi oposisi ditiadakan dengan adanya suatu “konsensus nasional”. Pemerintahan Soeharto juga tidak memberikan check and balances sebagai prasyarat dari sebuah negara demokrasi.

Pada masa Orde Baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Mental paternalistik mengakibatkan Soeharto tidak boleh dikritik. Para menteri selalu minta petunjuk dan pengarahan dari presiden. Sikap mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai.Periode ini berakhir dengan tumbangnya rezim orde baru di bawah komando jenderal besar Soeharto.

KONSEP-KONSEP POLITIK


A.  TEORI POLITIK

Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Dengan perkataan lain teori politik adalah bahasan dan renungan atas:
1. Tujuan dari kegiatan politik
2. Cara-cara untuk mencapai tujuan itu
3. Kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhankebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik yang tertentu
4. Kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu (Budiardjo, 1998:30)

Menurut Easton (Varma, 2007:130) Teori politik terdiri dari tiga unsur:
1. Keterangan tentang fakta-fakta atau deskriptif
2. Teori murni, atau teori sebab akibat yang berusaha mencari hubungan yang dianggap ada antara fakta-fakta
3. Teori nilai yang menentukan keteranganketerangan preferensi yang saling berhubungan.

Menurut Thomas P. Jenkin The Study Of Political theory dibedakan dua macam teori politik:
1. Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan yang menentukan norma-norma politik (norms for political behavior). Karena adanya unsur norma-norma dan nilai (value) maka teori-teori ini boleh dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk teori golongan ini antara lain :

a.  Filsafat politik (political philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi.
b. Teori politik sistematis (systematic political theory), yaitu mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang   sudah lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori ini hanya mencoba merealisasikan norma-norma dalam suatu program politk.
c.  Ideologi politik (political ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah lakunya.

2. Teori-teori yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politik dengan tidak  mempersoalkan normanorma atau nilai.(pendekatan modern/behavioralisme)

Menurut David Easton (Varma, 2007:133) teori politik memenuhi sejumlah fungsi, antara lain :
1.  Memungkinkan mengenali variabel-variabel politik yang penting dan menerangkan ubungan masing-masing.
2.  Adanya kerangka teori yang diterima secra luas oleh para peneliti di lapanga agar dapat memungkinkan  diadakannya perbandingan antara hasil-hasil penelitian yang bermacam-macam, dengan demikian orang   tidak hanya dapat memeriksa hasi kesimpulan yang diambil oleh pelakupenelitian terdahulu, tapi juga dapat menunjukan ilayah riset yang masih membutuhkan tambahan penelitian secara empiris.
3. Adanya kerangka teori, setidak-tidaknya sekumpulan konsep-konsep yang secara relatif konsisten, juga menolong kita membuat riset yang lebih dapat diandalkan.

B.  MASYARAKAT
                             
Menurut Mc Iver: “ Masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang tertib. Sedangkan menurut Harold J Laski masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk mencapai terwujudnya keinginan-keinginan bersama”.

Dalam mengamati masyarakat di sekelilingnya, Harold Laswell memperinci delapan nilai (Masyarakat Barat), yaitu:
1.Kekuasaan
2.Pendidikan/penerangan
3.Kekayaan
4.Kesehatan
5.Keterampilan
6.Kasih sayang
7.Kejujuran dan keadian
8.Keseganan, respek
 
C.  KEKUASAAN

Kekuasaan adalah  kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku atau orang yang memiliki”.
Sedangkan yang dimaksud dengan kekuasaan politik adalah “kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang
kekuasaan itu sendiri.

Ossip K. Flechtheim membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni :
1. Bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam Negara (state power), seperti lembaga-lembaga  pemerintahan DPR, Presiden, dan sebagainya.
2.  Bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.

D.  NEGARA

Negara merupakan integrasi dari keuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama (seluruh warga Negara).

Bentuk- bentuk Negara :
a.   Negara Kesatuan (Unitaris)
Negara Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar. Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung. Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen. Demikian pula dengan pemerintahan, yaitu pemerintah pusatlah yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi parlemen pusat dan tiadanya badan-badan lain yang berdaulat.

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:
  1. Sentralisasi, dan
  2. Desentralisasi.
Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya sendiri..

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

b.   Negara Serikat (Federasi)
Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.

Setiap negara bagian bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:
  1. Tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet) demi kepentingan negara bagian;
  2. Tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi negara serikat;
  3. Hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara langsung kepada pemerintah federal.
BENTUK LAIN NEGARA
Berdasarkan jumlah orang yg memerintah dalam sebuah Negara, maka Negara dibagi atas :
1. Monarchi: bentuk negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah oleh satu orang saja.
2. Oligarki: bentuk negara yang dipimpin oleh beberapa orang. Biasanya model negara ini diperintah oleh Kelompok orang yang yang berasal dari kalangan feodal.
3. Demokrasi: bentuk negara yang pemerintahan tertinggi terletak ditangan rakyat. Dalam bentuk negara yang demokratis, rakyat memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan

E.  STRUKTUR POLITIK

Struktur politik meliputi baik struktur hubungan antara manusia dengan manusia maupun struktur hubungan antara manusia dengan pemerintah. Selain itu, struktur politik dapat merupakan bangunan yang nampak secara jelas (kengkret) dan yang tak nampak secara jelas.
Struktur politik terbagi menjadi kelompok-kelompok sebagai berikut :

a. Kelompok Elite

Teori elit bersandar pada kenyataan bahwa setiap masyarakat terbagi dalam 2 kategori yang luas, yang mencakup:
1) Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah;
2) Sejumlah massa yang ditakdirkan untuk memerintah.

b. Kelompok Kepentingan
Kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintah secara langsung.

c. Kelompok Birokrasi
 
Birokrasi diartikan sebagai kumpulan berbagai individu serta organisasi di dalam lembaga eksekutif yang membantu para pembuat keputusan dalam membuat kebijakan luar negeri. Anggota birokrasi terkadang adalah anggota kelompok pembuat keputusan sehingga sulit untuk memisahkan keduanya sehingga hal itulah yang menjadikan kelompok birokrasi sangat berperan dalam pembuatan kebijakan.
 
d. Massa
Media massa dianggap memiliki peranan yang unik dalam pembangunan politik, karena memiliki suatu instrumen teknologi yang independen, yang produknya dapat menjangkau ke tengah-tengah masyarakat dalam jumlah yang besar. Di samping itu, media massa menganggap diri sebagai perantara yang independen antara pemerintah dengan publik. Sebagian informasi, khususnya yang disampaikan oleh media massa akan melintasi garis-garis batas geografis dan kelas sosial