Selasa, 31 Mei 2011

KERASNYA KEHIDUPAN KOTA


Hidup di dunia yang fana ini memang tidak mudah. Apalagi di zaman sekarang yang segala sesuatunya serba sulit. Tidak ada yang gratis. Semua diukur dengan materi. Kita melihat dengan mata kepala bahkan mengalami sendiri sulitnya hidup di kota-kota besar. Persaingan demikian ketat. Untuk mendapatkan sesuap nasi seseorang harus berebut. Untuk hidup seseorang harus berkorban.

Di pinggiran kota Jakarta tidak sulit kita temukan bocah-bocah kecil pukul 10.00 malam masih memegang alat music sederhana dari tutup botol mengamen di perempatan jalan. Pada saat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, mereka langsung menyebar mendekati mobil pribadi atau angkutan umum yang penumpangnya tinggal satu atau dua orang. Ada yang memberi meski hanya satu dua keping uang, namun lebih sering tangan hampa. Belum lagi terlihat barisan ibu-ibu yang menggendong bayi merah menadahkan tangannya dengan memelas. 

 Setiap mata kita terlontar kepada seorang pekerja kasar, kita membayangkan betapa kerasnya kehidupan ini. Seorang tukang becak berkeringat mengayuh becak nya di siang bolong hanya mendapatkan seribu dua ribu rupiah. Demikian juga tukang sampah yang mengangkut sampah dari rumah ke rumah dinaikkan di atas truk untuk dibawa ke pangkalan. Para pemulung setia membersihkan plastic atau kardus-kardus untuk dijual kembali. Semua pekerja kasar kita rasakan betapa sulitnya mereka mencari sesuap nasi. 

Tapi bagaimana dengan mereka yang bekerja di kantoran? Ketatnya persaingan ternyata juga membawa beban hidup kepada masing-masing mereka. Susahnya mencari lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian membuat mereka alih profesi dengan bekerja ala kadarnya. Kalaupun sudah mendapatkannya, peluang untuk promosi sangat susah karena banyaknya karyawan.  Jadi, jangankan mengharapkan kenaikan gaji, mereka tidak di PHK saja sudah amat bersyukur, sebab setiap waktu perusahaan mengumumkan beban-beban terutama dari sector tenaga kerja.

Dikalangan eksekutif tidak kalah pula kesulitannya. Mereka merasa beban anak buahnya ada pada pundaknya. Betapa sulit memutar uang dan menjalankan bisnis untuk menghidupi perusahaan agar tetap eksis.

Begitulah, di mana-mana realitas kehidupan kota memang berat.  Kapan pun dan di mana pun hidup memang sebuah perjuangan.

1 komentar: